Metode Analisis Kandungan Zat Aktif Berbahaya dalam Sediaan Kosmetik

[ilustrasi penelitian kosmetik | freepik.com/freepik]

Dalam formulasi sediaan kosmetik, terdapat sejumlah kandungan senyawa atau zat aktif yang ditambahkan untuk fungsi tertentu. Namun, tidak semua zat aktif dapat digunakan, karena memiliki sifat tidak aman atau merugikan bagi pengguna, sehingga beberapa zat aktif dilarang dan dibatasi penggunaannya.

 

Pada artikel sebelumnya, sudah disebutkan beberapa zat aktif yang dilarang dan dibatasi penggunaanya. Zat-zat aktif tersebut pelu dilakukan identifikasi untuk menjaga keamanan sediaan kosmetik. Beberapa metode analisis telah dilaporkan oleh para peneliti untuk analisis zat- aktif tersebut, seperti AAS, LC-MS,  GC-MS, HPLC, dan lain-lain.

 

1. Bithionol

Pengembangan metode analisis senyawa bithionol dalam kosmetik dilakukan Zheng et.al  tahun 2021, menggunakan metode elektroforesis yang dikombinasikan dengan sweeping-MEKC untuk meningkatkan sensitivitas deteksi. Metode ini memiliki sensitivitas yang tinggi, faktor pengayaan yang tinggi, sistem operasi yang sederhana, pengulangan yang baik, dan biaya yang rendah untuk mendeteksi bithionol dalam sampel kosmetik.

 

2. Formaldehida

Pada 2018, Temel et.al melaporkan bahwa spektrofotometer dapat digunakan sebagai metode untuk mengukur konsentrasi formaldehida dalam kosmetik. Namun, ada metode baru yang dikembangkan menggunakan smartphone reader untuk penentuan senyawa formaldehida dalam kosmetik, yang dikembangkan Lamarca et.al pada 2019.

 

3. Kadmiun

Analisis kandungan kadmiun dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti yang dilakukan Saadatzadeh et.al graphite furnace atomic absorption spectrometry [GFAAS; Varian 240FS AA] dengan autosampler dan cahaya deuterium untuk menentukan kadar kadmium dalam kosmetik. Metode AAS [Atomic Absorption Spectrophotometer] juga pernah digunakan Suhardiana dan Srie [2020] untuk menentukan kadar cadmium dalam produk kosmetik. Metode analisis lain dilakukan Liu et.al [2020] menggunakan LIBS [Laser Induced Breakdown Spectroscopy]. LIBS adalah teknik analisis spektroskopi baru yang digunakan untuk deteksi multi-elemen.

 

4. Aditif Warna

Analisis kuantitatif pewarna sintetik mengggunakan Micellar Electrokinetic Chromatography [MEKC], ini pertama kali dikembangkan tahun 1998 oleh Desiderio et.al. Metode ini dikembangkan karena Capillary Electrophoresis [CE], menjadi teknik dengan efisiensi dan resolusi tinggi. Selain itu, teknik ini hanya membutuhkan jumlah reagen dan sampel yang sedikit dengan waktu analisis yang singkat. Selain itu, MEKC terbukti bermanfaat untuk analisis senyawa bermuatan dan tidak bermuatan. Namun, metode ini memiliki kelemahan yaitu ekstraksinya terbatas pada senyawa pewarna xanthine dan sulfonat. Pada 2014, Bermudez et.al mengembangkan metode yang berbeda untuk mengidentifikasi aditif warna menggunakan LC-dengan Detektor PDA. Metode ini dapat diterapkan secara lebih luas untuk analisis zat tambahan warna di kosmetik daripada TLC dan LC yang memiliki keterbatasan. Selain itu, metode ini juga memiliki sensitivitas yang lebih tinggi.

 

Selain menggunakan MEKC dan LC-PDA, Guerra et.al [2017] melaporkan bahwa penggunaan LC-MS menawarkan keuntungan identifikasi dan kuantifikasi senyawa aditif warna dengan selektivitas tinggi. Namun, metode analitik umum masih digunakan untuk analisis aditif warna dalam sampel kosmetik menggunakan RP-HPLC dengan dektektor PDA.

 

5. Zirkonium

Analisis zirkonium pada sampel kosmetik dipublikasikan pada 1976 oleh Beavin, menggunakan metode kolorimetri dengan prosedur langsung dan prosedur fusi. Zirkonium yang dianalisis adalah zirkonium yang larut dan tidak larut dalam anti-perspirant aerosol. Pada prosedur langsung, zirkonium diekstrak menggunakan HCl dengan perbandingan 55:45 sehingga diperoleh zirkonium sebanyak 40–100 g/mL. Dalam metode fusi, pengabuan aerosol dilakukan dan abu digabungkan dengan kalium pirosulfat untuk membentuk lelehan yang larut dalam asam, kemudian ditambahkan HCl dengan perbandingan yang sama seperti prosedur langsung. Setelah penambahan HCl, alizarin red S ditambahkan dan larutan stabil selama 2 jam.

 

Baca Juga: Kemajuan Nanoteknologi sebagai Pembawa Zat Aktif [Herbal] untuk Perawatan Rambut

 

6. Kloroform

Belum banyak metode analisis yang dikembangkan untuk menganalisis kloroform dalam sediaan kosmetik. Pada 1974, Stutsman melaporkan metode analisis untuk menentukan kadar kloroform dalam sampel pasta gigi menggunakan GC [gas–liquid chromatography].

Anda belum dapat berkomentar. Harap Login terlebih dahulu

Komentar

  • Belum ada komentar !