Bahan atau Zat Aktif yang Dilarang dan Dibatasi dalam Kosmetik

[ilustrasi bahan kosmetik | freepik.com/pikisuperstar]

 

2. Formaldehida

Formaldehida memiliki beberapa senyawa turunannya, contohnya Quaternium 15, 5-bromo-5-nitro-1,3-dioxane [Bronidox], Dimethylol dimethyl hydantoin [DMDM hydantoin], 2-bromo-2-nitropropane-1,3-diol [Bronopol], imidazolidinyl urea, dan diazolidinyl urea. Bahan-bahan ini biasa digunakan dalam kosmetik pembersih dan perawatan kulit, tetapi juga berpotensi menyebabkan alergi jika digunakan secara berlebihan. Selain itu, formaldehida dapat mempengaruhi proliferasi sel dan pengikatan silang protein DNA dan berpotensi menyebabkan kanker hidung di manusia. Di Uni Eropa, konsentrasi formaldehida hingga 0,1% diperbolehkan dalam kosmetik. Namun jika konsentrasinya melebihi 0,05% [500 mg/kg], maka pernyataan “contains formaldehyde” harus tertera dengan jelas di label.

 

3. Kadmiun

Kadmium [Cd] adalah pigmen kuning tua hingga orange, sehinga ditambahkan ke kosmetik sebagai pigmen warna. Meskipun penyerapan logam dari kosmetik melalui kulit cukup rendah, unsur ini dapat menumpuk di kulit dan organ dalam, yang dapat memberikan efek toksik. Kadmium juga merupakan salah satu unsur yang paling beracun dan dapat menyebabkan dekalsifikasi tulang, disfungsi ginjal, kerusakan otak, kegagalan reproduksi, dan keracunan. Paparan berlebihan terhadap unsur ini, dapat merusak fungsi paru-paru dan meningkatkan risiko kanker paru-paru.

 

4. Aditif Warna

Aditif warna adalah pewarna atau pigmen yang digunakan untuk membuat produk lebih menarik. Dalam kosmetik, zat aditif warna ditambahkan di produk padat dan semipadat untuk meningkatkan daya tarik suatu produk kosmetik. Pada ulasan ini, pewarna tambahan mengacu kepada pewarna tertentu yang diketahui memiliki efek berbahaya bagi tubuh, seperti pewarna azo dan rhodamine, yang bila digunakan dapat menimbulkan efek mutagenik, genotoksik, dan karsinogenik.

 

5. Zirkonium

Dalam kosmetik, zirkonium dapat digunakan sebagai anti-perspiran dalam sediaan aerosol, losion, krim, atau salep. UE melarang penggunaan zirkonium karena dapat menimbulkan beberapa dampak buruk. Senyawa zirkonium yang tidak larut dalam air dapat menyebabkan asma ringan, granuloma, dan fibrosis di paru-paru jika terhirup. Sementara itu, zirkonium yang larut di udara dapat membentuk aerosol dan menyebabkan kerusakan jaringan di tempat yang terbuka, dan reaksi sistemik juga dapat terjadi. Reaksi alergi juga telah dibuktikan di hewan percobaan seperti tikus, marmut, dan kelinci.

 

Baca Juga: Kosmetik Herbal yang Berpotensi sebagai Pemutih Kulit Alami

 

6. Kloroform

Di masa dulu, kloroform telah digunakan sebagai anastesi inhalasi untuk persiapan pembedahan. Namun saat ini, kloroform terutama digunakan sebagai pelarut untuk produksi bahan kimia dan sebagai bahan dalam pembuatan kosmetik. Dalam sediaan pasta gigi, kloroform digunakan sebagai zat penyedap. Berdasarkan penelitian sebelumnya, telah ditemukan bahwa kloroform memiliki efek karsinogenik di tikus. Meskipun kurangnya bukti efek karsinogenik kloroform di manusia, disimpulkan bahwa berdasarkan temuan ini, kloroform adalah zat yang merugikan manusia.

 

7. Salisilanilida Terhalogenasi

Salisilanilida terhalogenasi merupakan turunan dari kelompok salisilamid yang diketahui memiliki sifat anti-parasit dan anti-jamur. Karena sifatnya tersebut, salisilanilida terhalogenasi banyak digunakan sebagai agen anti-bakteri dalam sediaan kosmetik. Namun, saat ini tidak diperbolehkan dalam kosmetik karena bersifat fotosensitizer dan sensitisasi silang yang dapat menyebabkan masalah kesehatan, terutama di kulit. Dalam kasus tertentu, fotosensitisasi dapat berlangsung lama sebagai reaksi yang parah. Agen anti-bakteri alternatif yang lebih aman tersedia, seperti fenoksietanol, triclosan, dan bahan pengawet lainnya yang tercantum dalam peraturan UE dan FDA.

 

8. Heksaklorofen

Hexachlorophene banyak digunakan dalam sediaan kosmetik sebagai pengawet karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram-positif. Selin itu, banyak digunakan sebagai anti-septik dalam sediaan seperti sabun deodoran, pasta gigi, obat kumur, sampo, lotion aftershave, dll.

 

Berdasarkan peraturan FDA [21CFR250.250], penggunaan hexachlorophene diperbolehkan dalam sediaan kosmetik hanya jika diperlukan dan kadarnya tidak lebih dari 0,1%. Hexachlorophene hanya boleh digunakan jika tidak ditemukan senyawa pengawet lain yang memiliki efektivitas yang sama. Selain itu, FDA menyebutkan bahwa hexachlorophene memiliki efek toksik bagi penggunanya. Ditemukan bahwa penyerapan hexachlorophene dapat terjadi di kulit, terutama di bayi, dan dapat mematikan. Oleh karena itu, penggunaan hexachlorophene hanya diperbolehkan jika keamanannya telah teruji. Namun, di bawah peraturan Uni Eropa, hexachlorophene adalah bahan yang dilarang dalam produk kosmetik.

Anda belum dapat berkomentar. Harap Login terlebih dahulu

Komentar

  • Belum ada komentar !