Paraben Free: Strategi dan Potensi Aktivitas Anti-mikroba dari Berbagai Tanaman sebagai Bahan Pengawet

[ilustrasi kosmetik organik | freepik.com/freepik]

Penggunaan paraben sebagai pengawet dalam kosmetik dan produk perawatan pribadi telah diperdebatkan di kalangan ilmuwan dan konsumen. Paraben mudah diproduksi, efektif dan murah, tetapi status keamanannya masih kontroversial. Adakah solusinya?

 

Pengawet kosmetik populer lainnya adalah formaldehyde, triclosan, methylisothiazolinone, methylchloroisothiazolinone, phenoxyethanol, benzyl alcohol dan sodium benzoate. Meskipun efektivitas anti-mikrobanya tinggi, mereka juga menunjukkan beberapa efek kesehatan yang merugikan. Akhir-akhir ini, para ilmuwan telah menunjukkan bahwa bahan alami seperti minyak atsiri dan ekstrak tumbuhan memiliki potensi anti-mikroba. Namun, penggunaannya dalam kosmetik masih menjadi sebuah tantangan para peneliti.

 

Baru-baru ini, industri kosmetik memulai tren baru untuk mengganti pengawet kimiawi dengan zat yang hanya berasal dari alam. Para ilmuwan telah mengidentifikasi tanaman yang menunjukkan sifat anti-bakteri dan anti-jamur, dan mereka telah menilai efektivitas, efisiensi, dan kemungkinan yang dapat diterapkan untuk menggunakan minyak atsiri dan ekstrak yang berasal dari tanaman tersebut dalam kosmetik.

 

Beberapa contoh tanaman yang sejak dulu telah dikenal sifat anti-mikroba, seperti bawang putih [Allium sativum], thyme [Thymus vulgaris], kayu manis [Cinnamomum], teh [Camellia sinensis], dan kunyit [Curcuma longa]. Sifat anti-mikroba dari tanaman-tanaman tersebut ditunjukkan oleh senyawa metabolit, seperti lektin, alkaloid, terpenoid, polipeptida, polifenol, dan poliasetilen. Selain itu, turunan tumbuhan digunakan dalam industri makanan dan banyak di antaranya diklasifikasikan sebagai ‘GRAS’ - Generally Recognized as Safe. Dengan demikian, ini sekarang banyak digunakan dalam kosmetik.

 

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa efek anti-mikroba dari tanaman-tanaman berikut:

1. Ekstrak Lonicera japonica dan Magnolia obovata efektif menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, dan Candida albicans.

 

2. Ekstrak teh [C. sinensis] tidak menyebabkan iritasi kulit dan alergi sehingga banyak digunakan dalam industri kosmetik. Selain itu, potensi sifat anti-bakterinya, ekstrak teh juga akan digunakan sebagai pengawet di masa mendatang.

 

3. Ekstrak dan minyak kayu manis [Cinnamomum] terkenal karena sifat anti-bakteri dan anti-jamurnya. Senyawa ini menghambat Bacillus licheniformis, Bacillus megaterium, Corynebacterium xerosis, Escherichia coli, Enterobacter cloacae, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas fluorescens, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Staphylococcus aureus, Streptococcus faecalis, Yersinia enterocolitica, dan spesies bakteri lainnya.

 

Baca Juga: Senyawa Paraben: Sifat dan Bahaya

 

Herman [2014] dan Herman et.al [2013] membandingkan aktivitas anti-bakteri dan anti-jamur dari methylparaben [MeP], ekstrak tumbuhan [Matricaria chamomilla, Aloe vera, dan Calendula officinalis], dan minyak atsiri [Lavandulla officinalis, Melaleuca alternifolia, dan Cinnamomum zeylanicum]. Senyawa yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri, ragi, dan kapang adalah minyak kayu manis [efek yang diamati lebih kuat daripada yang diamati untuk MeP]. Berdasarkan hasil pengamatan, penulis merekomendasikan penggunaan minyak kayu manis sebagai pengganti pengawet kosmetik tradisional.

 

Pengawetan produk kosmetik dengan hanya menggunakan satu bahan pengawet jarang terjadi. Lebih sering, industri kosmetik merumuskan campuran bahan pengawet dari berbagai kelompok. Formulasi ini didasarkan pada sifat alami dari bahan pengawet yang disertakan, yaitu beberapa di antaranya hanya dapat bekerja melawan bakteri Gram-positif, sementara yang lain tidak dapat menghambat jamur.

 

Campuran pengawet memungkinkan untuk mempertahankan spektrum perlindungan anti-mikroba yang luas dan memungkinkan untuk meminimalkan kandungan pengawet tertentu. Salah satu ide untuk meminimalkan kandungan paraben dan sekaligus memberikan perlindungan yang efisien terhadap perkembangan mikroorganisme adalah menyiapkan campuran paraben yang berbeda pada konsentrasi serendah mungkin.

 

Selain senyawa yang secara resmi tergolong bahan pengawet, kosmetik mengandung zat multifungsi, termasuk penguat bahan pengawet. Mencampur bahan pengawet dan penguat memungkinkan untuk menurunkan konsentrasi paraben yang ditambahkan, dan lebih penting lagi jika prosedur ini tidak mengurangi potensi pengawetannya, tetapi dapat meminimalkan efek samping yang disebabkan paraben.

 

Zat multifungsi yang disetujui untuk digunakan dalam kosmetik adalah glikol, asam lemak dan monoesternya, fenetil alkohol, etilheksilgliserin, dan fosfolipid. Ketika digunakan sendiri, senyawa ini tidak dapat mengawetkan secara efisien, misalnya etilheksilgliserin menghambat pertumbuhan bakteri Gram-positif tetapi tidak mempengaruhi bakteri dan jamur Gram-negatif. Namun, digunakan dalam industri kosmetik karena sifat lain seperti pelembap, aktivitas permukaan, anti-oksidan, atau aktivitas anti-bakterisi yang lemah.

 

Senyawa dari alam juga bisa digunakan sebagai pengawet penguat. Pencampuran paraben dengan sulforaphane, meningkatkan aktivitas anti-jamurnya dengan memfasilitasi penetrasi membran sel mikroorganisme. Surfaktan dan zat aktif lain dari minyak atsiri menghancurkan membran sel bakteri, sehingga membuat bakteri peka untuk penetrasi oleh senyawa anti-mikroba.

 

Efek sinergis diamati dengan pencampuran minyak atsiri dari marjoram [Origanum majorana], eucalyptus [Eucalyptus globosus], mint [Mentha piperita], cengkeh [Salvia officinalis], dan rosemary [Rosmarinus officinalis] dan surfaktan dengan pengawet memungkinkan untuk menurunkan konsentrasi paraben tanpa mengurangi potensi anti-mikrobanya.

 

Dengan demikian, untuk memastikan kontrol yang efisien terhadap kontaminasi mikroba yang berlebihan, meminimalkan efek kesehatan yang merugikan akibat paraben, dan secara bersamaan menghindari melebihi dosis maksimum paraben yang diperbolehkan, strategi berikut yang dapat diterapkan :

1. Penggantian paraben dengan pengawet kimia atau alami lainnya,

2. Formulasi campuran paraben dengan pengawet lain,

3. Kombinasi paraben dengan penguat pengawet,

4. Persiapan campuran komposit berbagai paraben dalam proporsi ideal untuk memastikan konsentrasi rendah, dan

5. Mengikuti GMP [Good Manufacturing Practices] dalam kosmetik.

 

Akan tetapi, dengan terus perkembangnya teknologi dan inovasi, bahan pengawet juga akan terus berkembang dengan didorongnya studi-studi yang menunjukkan bahwa pengawet yang saat ini banyak digunakan [seperti paraben] telah menunjukkan efek merugikan bagi konsumen. [][SIS/LC]

 

Sumber:

1. Herman, A. 2014. Comparison of anti-microbial activity of essential oils, plant extracts and methylparaben in cosmetic emulsions: 2 months study. Indian J Microbiol. 54: 361–364.

2. Herman, A., Herman, A.P., Domagalska, B.W., and Młynarczyk, A. 2013. Essential oils and herbal extracts as anti-microbial agents in cosmetic emulsion. Indian J Microbiol. 53: 232–237.

3. Nowak, K., Jabłońska, E., and Ratajczak-Wrona, W. 2020. Controversy around parabens: alternative strategies for preservative use in cosmetics and personal care products. Environmental Research, 198: 1–57.

Anda belum dapat berkomentar. Harap Login terlebih dahulu

Komentar

  • Belum ada komentar !