Kondisi Melasma, serta Perawatan Topikal menjadi Terapi Lini

[ilustrasi melasma | freepik.com/freepik]

Melasma sebelumnya dikenal sebagai chloasma, ini merupakan kelainan pigmen kulit yang ditandai dengan bercak-bercak cokelat atau hitam di wajah.

 

Kelainan ini lebih banyak terjadi pada wanita dan jenis kulit yang lebih gelap, yang sebagian besar disebabkan paparan sinar matahari [ultraviolet/UV] dan pengaruh hormon. Berbagai studi epidemiologi memperkirakan prevalensi melasma pada populasi umum sebesar 1% dan pada populasi berisiko tinggi sebesar 9-50%. Kisaran yang luas ini disebabkan variasi prevalensi di antara jenis kulit yang lebih gelap, warisan etnis yang berbeda, dan tingkat paparan UV yang berbeda di berbagai lokasi geografis. Dengan demikian, prevalensi sebenarnya di seluruh populasi belum diketahui. 

 

Melasma umumnya merupakan diagnosis klinis yang terdiri dari hipermelanosis retikulat simetris di tiga pola wajah yang dominan yaitu sentrofasial, malar, dan mandibula. Pola klinis utama pada 50-80% kasus adalah pola sentrofasial yang mempengaruhi dahi, hidung, dan bibir atas, tidak termasuk philtrum, pipi, dan dagu. Pola malar terbatas di pipi malar pada wajah, sedangkan melasma mandibula terdapat pada garis. Pasien dengan melasma juga ditemukan memiliki penanda stres oksidatif yang tinggi.

 

Etiologi melasma bersifat multifaktorial. Sinar UV dalam studi klinis dan laboratorium telah dipastikan sebagai faktor memicu dan memperburuk melasma. Sinar UV dianggap menginduksi reactive oxygen species [ROS] dengan mengaktifkan oksida nitrat yang dapat diinduksi dan mendukung melanogenesis. Proses melanogenesis setelah paparan sinar UV dan cahaya tampak dapat distimulasi keratinosit dan fibroblas. Salah satu jalur utama pigmentasi yang diinduksi sinar UV dan cahaya tampak adalah sekresi stem cell factor [SCF], ligan untuk reseptor tirosin kinase, dan c-kit yang mengarah ke efek hilir pada proliferasi melanosit.

 

Selain itu, vascular endothelial growth factor [VEGF], produk keratinosit setelah kerusakan oleh UV, dapat mempertahankan melanosit manusia dalam kultur jaringan. Selain faktor paparan UV, riwayat keluarga juga dikenal sebagai faktor risiko penting terjadinya melasma. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa 55-64% penyebab melasma karena faktor ini. Selain itu, hormon juga menjadi salah satu pengaruh melasma. Melasma yang berlebih di wajah juga dikaitkan dengan keadaan perimenopause.

 

Baca Juga: Melasma di Wajah: Penyebab dan Potensi Penanganan dengan Cassipourea flanaganii

 

Dengan demikian, kondisi melasma yang banyak terjadi pada wanita menjadi salah satu pengaruh terhadap kondisi kepercayaan diri akan tampilannya. Oleh karena itu, wanita melakukan berbagai cara untuk mengatasi masalah ini. Perawatan untuk melasma meliputi perawatan topikal, oral, prosedural, dan kombinasi. Perawatan topikal, termasuk fotoproteksi, biasanya merupakan terapi lini pertama untuk melasma. Agen terapeutik yang paling umum digunakan adalah yang menghambat produksi melanin melalui melanogenesis dan proliferasi melanosit. Penggunaan bersamaan berbagai terapi topikal dengan mekanisme aksi yang berbeda lebih disukai daripada monoterapi.

 

Salah satu perawatan topikal dalam pengobatan melasma, yang telah banyak dipelajari adalah dengan menggunakan hidrokuinon. Beberapa studi menyebutkan bahwa hidrokuinon memiliki efek yang signifikan, namun saat ini bahan aktif ini tidak diperbolehkan untuk digunakan, karena banyak menimbulkan masalah yang merugikan. Dengan demikian, perkembangan terus berjalan terhadap perawatan topikal. Retinoid menjadi salah satu yang efektif dalam mengobati melasma dengan meningkatkan pergantian keratinosit. Berdasarkan studi, tretinoin 0,1% dapat digunakan untuk mengatasi melasma.

 

Beberapa perawatan topikal berasal dari senyawa sintesis dan senyawa alami:

 

1. Senyawa sintesis

4-n-butylresorcinol salah inhibitor tirosinase, yang telah banyak dipelajari untuk mengatasi masalah pigmentasi [khususnya melasma]. Namun, 4-n-butylresorcinol menimbulkan efek samping termasuk eritema dan pruritus. Selain itu, Asam traneksamat, versi sintetik lisin dan agen hemostatik, semakin banyak digunakan dalam bentuk topikal, oral, dan injeksi untuk mengobati melasma. Namun, formulasi topikal asam traneksamat memiliki keberhasilan yang terbatas dan kurang efektif dibandingkan bila digunakan dalam bentuk oral.

 

2. Senyawa alami

Dalam beberapa tahun terakhir, senyawa alami telah diselidiki untuk aktivitas terapeutiknya melawan pigmentasi. Niacinamide, yang menghambat transfer melanosom ke keratinosit, telah terbukti menurunkan pigmentasi. Selain itu, baik asam askorbat dan asam kojic dapat menghambat aktivitas tirosinase.

 

Asam askorbat memiliki manfaat dalam penurunan spesies oksigen reaktif, yang mengurangi peradangan pada lesi melasma. Namun, keduanya terbukti lebih rendah daripada hidrokuinon dalam meningkatkan skor MASI [Melasma Area and Severity Index] bila digunakan sebagai monoterapi. Senyawa alami lainnya, asam azelaic memiliki efektif dalam meningkatkan pigmentasi dengan menghambat aktivitas tyrosinase. Selain itu, lignin peroksidase, arbutin, dan kedelai dalam studi penelitian dilaporkan dapat digunakan untuk mengobati melasma. [][SIS/LC]

 

Sumber:

Ogbechie-Godec, O.A., and Elbuluk, N. 2017. Melasma: an Up-to-Date Comprehensive Review. Dermatol Ther, 7:305–318.

 

Anda belum dapat berkomentar. Harap Login terlebih dahulu

Komentar

  • Belum ada komentar !